Contoh Essay - Pemberdayaan Anak Jalanan Usia Produktif


BU AGIA (GUBUK ANAK BAHAGIA) – INOVASI PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN USIA PRODUKTIF BERBASIS AGRISOCIOPRENEURSHIP SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK
Mas Dana


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di dunia. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya. Adanya potensi sumber daya manusia yang melimpah ini, seharusnya dapat dimanfaatkan Indonesia untuk melakukan pembangunan diberbagai sektor. Terlebih lagi, pada tahun 2020 Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi. Bonus demografi merupakan kondisi dimana tingkat ketergantungan penduduk usia non-produktif terhadap penduduk usia produktif berada pada tingkat yang rendah yang disebabkan karena jumlah penduduk usia produktif lebih tinggi dibandingkan usia non produktif.
Disisi lain, anak sebagai generasi penerus dan aset bangsa perlu mendapatkan perhatian yang serius, sebab maju mundurnya suatu negara akan sangat tergantung pada generasi saat ini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, kesejahteraan anak harus dikedepankan agar terlahir generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas. Kesejahteraan anak sebagai bagian dari upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas hanya akan terwujud apabila semua pihak dapat menghormati dan memperlakukan anak sesuai hak-haknya. Apabila anak tidak mendapatkan hak-haknya dan perlindungan sosial sebagai salah satu pilar bangsa, maka mereka akan cenderung mengalami masalah atau menjadi masalah. Salah satu masalah anak yang masih menjadi perhatian di Indonesia saat ini adalah masalah anak jalanan. Masalah anak jalanan ini dipandang sebagai masalah yang memberi pandangan negatif terhadap pembangunan.
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus diterima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan telah menjadi sebuah fenomena yang menuntut perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Secara psikologis, anak-anak tersebut belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, namun mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi pembentukan kepribadiannya. Situasi dimana pemberdayaan terhadap anak jalanan hingga saat ini masih sangat minim. Jika hal tersebut dibiarkan berlangsung, maka Indonesia akan kesulitan melahirkan sumber daya manusia yang bisa diandalkan untuk bersaing dan menyongsong bonus demografi 2020 mendatang.
Laporan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (2004) mengatakan bahwa fenomena anak jalanan semakin meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Permasalahan yang dialami anak jalanan dapat berupa tindak kekerasan fisik, psikis ekonomi, maupun kekerasan sosial.  Sebagian besar kekerasan akibat dari ketidakmampuan orang tua yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar anaknya. Anak jalanan memiliki banyak pengalaman yang berasal dari budaya keras dan tidak semuanya diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya penberdayaan sekaligus pendampingan dalam mengembangkan proses berfikir anak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial bagi anak jalanan. Melalui Bu Agia (Gubuk Anak Bahagia) diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif solusi penanganan anak jalanan usia produktif melalui inovasi pemberdayaan berbasis agrisociopreneurship.
Badan Pusat Statistik (2002) mencatat bahwa jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 94.674 orang. Terjadi peningkatan 64% anak jalanan dari 2002-2008 atau rata-rata sekitar 10,6% per tahun peningkatannya. Berdasarkan data dari Dinas Sosial DKI Jakarta, jumlah anak jalanan pada tahun 2009 sebanyak 3.724 orang, pada tahun 2010 meningkat menjadi 5.650 orang, dan pada tahun 2011 juga meningkat menjadi 7.315 orang. Pada umumnya mereka bekerja sebagai pengemis, pengamen, pengelap kaca mobil, pedagang asongan, dan parkir liar. Bayangkan jika tidak ada strategi pembinaan anak jalanan yang tepat sasaran serta menyeluruh, maka angka peningkatan anak jalanan akan semakin bertambah. Bahkan tidak menutup kemungkinan, momentum untuk memanfaatkan bonus demografi di tahun 2020 akan hilang dikarenakan semakin tingginya jumlah anak jalanan yang tidak dibarengi dengan upaya penanggulangannya.
Berdasarkan data Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa anak jalanan secara nasional berjumlah sekitar 2,8 juta anak. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan sekitar 5,45%, sehingga jumlahnya menjadi 3,1 juta anak. Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa anak jalanan merupakan masalah kesejahteraan sosial yang serius di Indonesia. Jumlah anak jalanan tahun 2015 sebanyak 33.400 anak tersebar di 16 provinsi, sedangkan anak jalanan yang mendapatkan layanan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) baru mencapai 6.000 anak pada tahun 2016. Salah satu hal yang diperlukan untuk mengoptimalkan bonus demografi adalah memiliki sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat bekerja secara produktif di pasar tenaga kerja. Namun, jika angka anak jalanan masih tinggi dan belum mendapatkan upaya penanganan yang serius, maka ini akan menghambat Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi tersebut karena nantinya mereka akan kalah dan tersisih dari kerasnya persaingan di pasar tenaga kerja.
Mantan Presiden Republik Indonesia B.J. Habibie mengatakan bahwa bonus demografi layaknya “bom waktu” karena apabila penduduk produktif tidak berkualitas seperti yang dimiliki negara berkembang, maka akan menimbulkan berbagai masalah sosial seperti pengangguran, kemiskinan, dan tingkat kriminalitas yang tinggi. Menurut Habibie, bonus demografi yang sudah dinikmati Indonesia selama 20 tahun hanya menyebabkan pengangguran dan tidak memberi dampak positif yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, upaya-upaya pemberdayaan khususnya untuk anak jalanan usia produktif harus digalakkan karena bagaimana pun juga anak adalah modal sekaligus motor penggerak pembangunan bangsa kelak di kemudian hari.
Kita menyadari bahwa anak-anak adalah aset bangsa yang harus dijaga. Mereka adalah generasi penerus bangsa dan salah satu tiang pembangunan di masa depan. Upaya pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan harus senantiasa dikembangkan agar dapat meningkatkan kesejahteraan sosial anak jalanan. Berbagai program telah diupayakan oleh pemerintah untuk melakukan pemberdayaan terhadap anak jalanan, seperti Program Rumah Singgah, Program Sekolah Otonom,  Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), dan lain-lain. Namun, sebagian besar program tersebut dinilai kurang tepat sasaran karena belum semua anak jalanan merasakan manfaat dari program tersebut sehingga kurang efektif dan efisien.
Pemberdayaan anak jalanan adalah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan anak-anak di pinggiran jalan dalam mengenali, mengatasi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Kegiatan pemberdayaan anak jalanan yang baik pada umumnya mensyaratkan adanya proses pendampingan. Ini menjadi hal penting karena objek pemberdayaan anak adalah anak-anak dengan dinamikanya yang beragam. Fungsi pendampingan adalah untuk memfasilitasi, memotivasi, serta mengawal agar kegiatan pemberdayaan sesuai dengan maksud dan tujuan yang dikehendaki.
Pembangunan berbasis anak jalanan sudah selayaknya dilakukan untuk meningkatkan pembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena masih rendahnya tingkat kesejahteraan sosial anak jalanan. Membangun perekonomian anak jalanan berarti sama halnya dengan membangun peekonomian nasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan wirausaha di kalangan anak jalanan. Selama ini, mayoritas anak jalanan belum mendapatkan pembinaan yang berkelanjutan dari pemerintah. Akibatnya masih banyak anak jalanan yang berkeliaran di pinggir-pinggir jalan hanya untuk menjajakan koran, mengelap kaca mobil, dan berprofesi sebagai pedagang asongan. Oleh karena itu, upaya pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan berbasis agrisociopreneurship harus dilakukan agar mampu menciptakan wirausahawan muda yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk mereka sendiri dan bahkan dapat menyediakan lapangan pekerjaan untuk orang lain. Peningkatan jumlah wirausahawan akan dapat mendongkrak perekonomian negara, menambah lapangan pekerjaan, dan bahkan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial anak jalanan. Hal ini tentunya akan berdampak baik juga dalam upaya penyambutan sekaligus pemanfaatan bonus demografi 2020 mendatang.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan sosial anak jalanan melalui pengembangan kewirausahaan adalah dengan menyelenggarakan program Bu Agia (Gubuk Anak Bahagia). Bu Agia merupakan suatu gerakan pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan usia produktif melalui pendekatan agrisociopreneurship yaitu wirausaha yang ditujukan untuk kepentingan umum dan tidak hanya mementingkan maksimalisasi keuntungan pribadi. Bu Agia diharapkan dapat menjadi sebuah jawaban atas permasalahan anak jalanan saat ini, karena melalui pengembangan wirausaha yang berbasis pemberdayaan akan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial anak jalanan. Terlebih lagi program ini akan membantu untuk menciptakan sumber daya anak jalanan yang berkualitas dan memiliki keterampilan yang mumpuni sehingga peluang Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi benar-benar dapat terealisasi.
Adapun langkah-langkah untuk mengimplementasikan program Bu Agia (Gubuk Anak Bahagia) terdiri dari 7 tahap sebagai beikut.
Langkah Pertama, Analisis Situasi dan Kondisi Anak Jalanan. Dalam hal ini, kegiatan yang akan dilaksanakan berupa identifikasi potensi dan permasalahan yang ada pada anak jalanan. Dengan mengetahui potensi serta permasalahan yang ada, pemuda dapat menganalisis apa yang dibutuhkan anak jalanan sehingga dapat dirumuskan berbagai alternatif solusi, dalam hal ini berkaitan dengan usaha apa yang akan dikembangkan nantinya.
Langkah Kedua, Sosialisasi. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait pentingnya pengembangan wirausaha bagi anak jalanan usia produktif, tujuan program pemberdayaan dilaksanakan, arahan tentang bagaimana program ini dapat memberikan dampak besar terhadap kesejahteraan sosial anak jalanan, serta poin-poin dalam perencanaan program lainnya. Sosialisasi dapat dilakukan dalam pertemuan rutin dengan para anak jalanan.
Langkah Ketiga, Pendirian Bu Agia (Gubuk Anak Bahagia). Di tempat inilah semua anak jalanan nantinya akan diberikan bekal berupa pengetahuan, keterampilan dan pendampingan untuk mengembangkan suatu usaha. Bu Agia ini juga akan memberikan pemahaman terkait langkah-langkah dalam pemasaran hasil usaha mereka sehingga kelak anak jalanan tersebut dapat memasarkan hasil olahan mereka sendiri. Tidak hanya diajarkan untuk menjadi seorang wirausahawan saja, Bu Agia ini juga akan memberikan pemahaman tentang etika yang baik dalam menjadi seorang wirausahawan yang sukses.
Langkah Keempat, Pembentukan Pengurus Inti dan Anggota. Setelah berhasil mendirikan Bu Agia, maka tahap selanjutnya adalah pembentukan pengurus inti program Gubuk Anak Bahagia yang bertugas untuk mengkoordinir dan mengatur, baik di bidang fungsional, operasional, sampai dengan pengelolaan anak jalanan nantinya. Setelah itu, melakukan pengelompokan kelompok anak jalanan sesuai hasil dari analisis kebutuhan. Hal  ini dimaksudkan agar nantinya pengembangan usaha dapat dilakukan secara kelompok sesuai dengan potensi dan apa yang dibutuhkan dari setiap kelompok anak jalanan tersebut.
Langkah Kelima, Penyusunan Program. Penyusunan program yang dilakukan adalah meliputi penentuan tujuan, target, waktu, pembagian peran dan tanggung jawab, sumber pendanaan, program kerja yang akan dilaksanakan, serta sistem monitoring dan evaluasi yang dapat dipahami oleh setiap anak jalanan yang menjadi sasaran dari Bu Agia. Tahap penyusunan ini memegang peran penting karena keberhasilan suatu program salah satunya akan ditentukan oleh kematangan perencanaan yang dilakukan.
Langkah Keenam, Pelaksanaan dan Pendampingan. Program-program pemberdayaan merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat transfer of knowledge serta peningkatan keterampilan berupa pelatihan. Adapun pelaksanaan program ini dibagi sesuai kelompok yang sudah dipetakan sebelumnya, yaitu terdiri dari:
a. Divisi Produksi
Program ini berisi serangkaian kegiatan peningkatan pengetahuan dan pelatihan yang berfokus pada kegiatan produksi usaha mereka. Dalam program ini, anak jalanan sebagai anggota akan mendapatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan baru mengenai tata cara pengelolaan usaha yang baik dalam proses produksi.
b. Divisi Pengolahan
Melalui program ini, para anak jalanan nantinya akan diberikan pemahaman akan pentingnya proses pengolahan sebagai salah satu bagian dari agrisociopreneurship. Melalui proses pengolahan yang baik dapat meningkatkan nilai jual hasil usaha yang dihasilkan. Kegiatan dalam program ini dapat berupa pelatihan pengolahan hasil usaha yang akan mereka geluti nantinya.
c. Divisi Pemasaran
Melalui program ini, anak jalanan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam memasarkan produknya. Melalui program ini, para anak jalanan akan dilatih untuk meningkatkan bargaining position hasil usaha mereka yang dihasilkan dengan melakukan pengemasan yang menarik sehingga dapat meningkatkan nilai jual.
Langkah Ketujuh, Evaluasi. Setelah program dilaksanakan, maka langkah selanjutnya adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk menilai dan mengukur seberapa jauh efektifitas program yang telah dilaksanakan, sehingga dapat dinilai seberapa besar potensi keberlanjutan proram tersebut. Evaluasi juga diperlukan untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan selama program dilaksanakan, sehingga apa yang menjadi kekurangan dapat diperbaiki untuk ke depannya. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.
Pemberdayaan anak jalanan tidak dapat dilakukan secara sendiri, akan tetapi perlu adanya kerja sama yang simultan dan lintas sektoral, pendekatan yang paling sesuai dengan kondisi tersebut adalah dengan cara pendekatan partisipatif yaitu suatu pendekatan yang melibatkan kerja sama antara masyarakat setempat dan para pemuda dalam bentuk pengelolaan secara bersama-sama dimana masyarakat berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaan, dengan cara ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial anak jalanan.
Kementrian Koperasi dan UKM dapat membantu untuk memberikan pendampingan bagi calon wirausahawan muda untuk mengembangkan usahanya dan mendukung pembentukan UKM-UKM baru yang tumbuh di daerah pinggiran jalan. Kalangan akademisi melalui civitas akademika di Perguruan Tinggi yang bergerak di bidang kewirausahaan dapat pula menjadi pendamping dalam pelaksanaan Bu Agia serta menyediakan alternatif solusi berdasarkan keilmuannya ketika terjadi permasalahan dalam implementasi program ini. Dengan adanya keterpaduan dari berbagai stakeholder ini, akan sangat mendukung keberjalanan implementasi program Gubuk Anak Bahagia, sehingga tujuan yang ingin dicapai melalui program ini akan dapat teralisasi. Dan pada akhirnya, bonus demografi bukan lagi menjadi masalah karena dengan menciptakan wirausahawan-wirausahawan baru (khususnya pemberdayaan terhadap anak jalanan), itulah saat dimana negara ini sedang melakukan investasi untuk masa depan yang lebih baik.






DAFTAR PUSTAKA
Armai, Arief. 2002. Rumah Singgah Sebagai Tempat Alternative Pemberdayaan Anak Jalanan. Dalam Jurnal Fajar. Jakarta : LPM UIN
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2015. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Februari 2015. Jakarta : Badan Pusat Statistik
Putra, Fikriryandi, Desy Hasanah, dan Eva Nuriyah H. 2015. Pemberdayaan Anak Jalanan di Rumah Singgah. Share Social Work Journal. Vol. 5 (1) hal : 51-64
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta : Kencana Prenada Media Group









Comments

Popular posts from this blog

Contoh Essay - Pengelolaan Sampah

Contoh Essay - Pelestarian Alam dan Lingkungan Secara Berkelanjutan

Contoh Essay - Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah